Jurnal Ulumul Qur'an (UQ) edisi perdana 1989 |
Assalamu’alaikum
Ucapan Salam Perdana Jurnal Ulumul Qur’an (UQ)
Ucapan Salam Perdana Jurnal Ulumul Qur’an (UQ)
Semoga inilah jurnal yang ditungu-tunggu itu. Gagasan untuk menerbitkan
sebuah jurnal ilmu dan kebudayaan yang disemangati oleh nur al-Qur’an,
sebenarnya sudah lama. Ini dicetuskan
diberbagai seminar, diskusi maupun percakapan informal. Selama lebih
dari dua tahun, kami, di Lembaga Studi Agama dan Filsafat (LSAF)
mempersiapkannya, dari segi konsep, bahan-bahan maupun modalnya. Setelah
brosur Ulumul Qur’an (UQ) kami sebarkan, begitu banyak sambutan yang
telah kami terima. Ratusan diantaranya telah membayar, walaupun belum
melihat majalahnya sendiri. Kami terharu dan berterima kasih atas
kepercayaan yang dikreditkan kepada kami.
UQ ingin hadir dengan sebuah kepribadian. UQ sebenarnya merupakan sebuah respon terhadap seruan ayat 1, surat al-Alaq: “Iqra”, yang pernah membawa ummat kejalan ilmu pengetahuan dan peradaban baru. Cahaya itu, sudah lama hampir padam di dunia Islam, walaupun menyala bagaikan matahari dibagian-bagian dunia lain. UQ ingin mencoba mengobarkan nyala itu kembali.
Di kawasan pemikiran di Dunia Islam, kita melihat ada empat tema besar yang kini sedang digarap. Tema-tema itu berkaitan satu satu sama lain, namun kesemuanya mengacu ke jurusan yang sama: kebangkitan peradaban profetik yang sangat dibutuhkan dalam masa peralihan abad ini.
Tema pertama adalah kembali kepada al-Qur’an. Para ulama dan sarjana Muslim melihat perlunya kita memahami kembali al-Qur’an dalam cahaya baru. Cahaya baru ini perlu, karena dunia di mana kita hidup ini sudah dan sedang mengalami perubahan. Kita memerlukan hermenetika baru untuk bisa memahami dunia yang sedang berubah ini. Sebaliknya, untuk bisa menangkap isyarat zaman, kita memerlukan cara baru untuk menangkap ilmu-ilmu al-Qur’an. Murtadha Muthahhari pernah mengatakan hal ini dan untuk sebagian telah dimulai oleh Thabathabai’I, Yusuf Ali, Muhammad Asad dan Fazlur Rahman.
Islamisasi ilmu dan teknologi, adalah tema kedua, yang menjadi pokok pembahasan dalam regional Islamic Conference for Asia and Pasific baru-baru ini di Indonesia. Pelopor tema ini adalah Ismail Faruqi, yang nampaknya beroleh gaung paling kuat di bidang ekonomi, politik, antropologi dan kedokteran. Pengertian, metodologi maupun pokok-pokok pembahasan (subject matter) nya, memang masih banyak mengandung kontroversi. Tapi dari sini justru akan tumbul dinamika. UQ ingin mendorong dinamika ini.
Tema ketiga adalah, aktualisasi tradisi ilmu pengetahuan, baik yang klasik maupun yang lebih modern, yang pernah dikembangkan atas nama Islam atau bangsa-bangsa Muslim. Khazanah intelektual Islam, untuk meminjam istilah Dr Nurcholish Madjid perlu digali, dinilai kembali tapi juga perlu diapresiasi, dicari relevansinya dan seterusnya dikembangkan dengan pengetahuan-pengetahuan baru. Dengan cara ini, maka peradaban kaum muslimin di zaman modern, tidak akan kehilangan akar sejarahnya atau tercerabut dari budaya tradisional yang tidak semuanya perlu dibuang. Sayyed Hussein Nashr telah banyak merintis ke jalan ini.
Menggali dan mengaktualisasi Kitab Kuning, merupakan tema yang ramai akhir-akhir ini di lingkungan pesantren yang juga akan di garap oleh UQ ini.
Terakhir adalah tema futurologist, yang mengantisipasi kejadian masa depan. Ziauddin Sardar, yang pernah bertukar pikiran dengan Alvin Toffler dalam satu siaran TV di Washington, adalah pemikir muslim yang banyak menggarap tema ini. Berbeda dengan Toffler yang mengikuti garis linier dalam melihat masa depan, Sardar mengantisipasikan peradaban alternatif yang dibutuhkan ummat manusia yang mengalami krisis fundamental dewasa ini. Perhatian yang paling besar terhadap soal ini memang datang dari ahli-ahli fisika, komunikasi dan bio-teknologi, namun tokoh ekonom semacam Kenneth Boulding, yang menganut Quaker, juga menampilkan gagasan tentang perlunya membangkitkan ajaran-ajaran agama profetik, guna menyelamatkan peradaban ummat manusia dari krisis global. Sangat berharga kiranya jika UQ ikut mengembangkan tema ini.
Secara keseluruhan, UQ ingin tampil secara artistik dan sekaligus popular dan komunikatif. Penampilan ini tidak hanya akan muncul dalam bentuk puisi, vignette, kaligrafi, cerpen atau esai-esai kebudayaan, melainkan juga dalam keseluruhan tulisan, gambar atau tata letaknya. Pendalaman rohani memang jadi perhatian jurnal ini., tetapi kami ingin kesegaran, di samping rangsangan terhadap pemikiran kreatif. Semoga kami bisa memenuhi harapan pembaca, yang kami sadari, sangat beragam. Bimbingan dari Allah jualah yang kami harapkan, dalam memenuhi harapan pembaca.
Jurnal Ulumul Qur'an kini terbit kembali, dua nomor di tahun 2012, dan pada tahun 2013, Ulumul Qur'an terbit tiap bulannya dengan tema-tema yang segar dan menantang daya kritis pembaca. Jumlah Jurnal Ulumul Qur'an kini sebanyak 37 edisi terhitung dari tahun pertama terbit 1989-2013.
— di Empang Tiga Jakarta.